Selamat Hari Pahlawan!

Selasa, 31 Maret 2015

"Merdeka, Allahuakbar!" -Bung Tomo-

Seperti apakah sosok pahlawan yang ada dalam benakmu?

Tiba-tiba saja saya teringat sebuah komik yang sejak zaman sekolah dulu selalu berhasil memotivasi saya dan memberi inspirasi. Judulnya Harlem Beat karya Yuriko Nishiyama. Dalam suatu episode (eh, komik mah bukan episode ya?)...oke, dalam suatu jilid (dih, kok kagak pas yah rasanya?)...fine, dalam suatu nomor jilid (ini ribet banget dah!). Hehee, woles ah, ngga usah pake sewot :p

Jadi ceritanya dalam satu episode (ujung-ujungnya balik lagi ke episode -_-“) salah satu tokoh utama, namanya Naruse, sedang mengikuti tanding basket ilegal bersama rekan-rekan satu timnya, Scratch. Street basket yang biasanya menggunakan peraturan three on three ini berlangsung sangat alot dan seru. Hingga akhirnya mereka sampai pada pertandingan final dan harus menghadapi tim yang terkenal sangat hebat karena permainan basketnya yang indah tetapi mematikan. Saya lupa nama tim lawan yang hebat ini. Yang jelas nama pimpinan tim ini adalah J. J berasal dari Amerika. Sering berkeliling ke tempat-tempat street basket di sudut kota untuk mencari bibit unggul yang menurutnya paling hebat dalam basket dan tidak terkalahkan. Untuk dijadikan calon atlet NBA? Bukan. Untuk dijadikan pahlawan menurut ukurannya. Dia berharap menemukan sosok yang kuat dan tidak terkalahkan, yang lebih kuat dari dirinya, yang selalu bisa ia kagumi, yang selalu dapat menjadi inspirasi.

Si J ini punya kemampuan seperti hipnotis melalui mata sehingga tubuh lawan main basketnya menjadi kaku dan sulit untuk bergerak. Dari seluruh anggota tim Scratch yang melawan J, hanya Naruse yang akhirnya mampu menghadapi mata medusa-nya J sehingga Scratch berhasil memperoleh angka dalam pertandingan. Rupanya itu adalah taktik J yang diberikan kepada Naruse untuk membuktikan bahwa Naruse pantas menjadi sosok pahlawan bagi dirinya. J mengatakan bahwa tidak seharusnya Naruse bersama dengan rekan-rekannya yang lemah dan ikut bersamanya ke Amerika. Karena Naruse yang piawai dalam air walk itu sepantasnya untuk menjadi pahlawan.

Naruse yang marah karena diberikan ekspektasi berlebihan, sedangkan teman-temannya justru direndahkan oleh J, lalu berujar, “Jangan ngawur! Setiap orang memiliki tempatnya masing-masing untuk menjadi pahlawan. Ada banyak sekali pahlawan di dunia ini.”

Teman-teman Scratch dan street basket lainnya yang direndahkan oeh J, justru merupakan pahlawan  bagi Naruse. Karena merekalah yang mengenalkan Naruse pada basket, mendorong keberanian Naruse untuk melompat dan terbang, dan memberinya kepercayaan untuk bermain. Bagi Naruse, mereka yang membantunya bangkit setelah jatuh, memarahinya ketika ia melakukan kesalahan, tetapi juga mengarahkannya menemukan potensi diri, adalah pahlawan yang sesungguhnya. Pahlawan bukanlah sosok hebat tanpa kekalahan. Mereka yang walau hanya dengan senyuman dan kata-kata sederhana, tetapi mampu memberikan energi positif kepada orang di dekatnya yang hampir putus asa hingga ia bersemangat kembali, pantas untuk disebut pahlawan.



Well, kenapa kita justru membicarakan komik Jepang di Peringatan Hari Pahlawan milik Indonesia ya? Hhe... itu sedikit intermezo karena saya tiba-tiba teringat kata-katanya Naruse. Tokoh pahlawan di dunia nyata jelas sangat banyak. Sebutlah Bung Tomo. Pemuda Surabaya yang menjadi alasan ditetapkannya tanggal 10 November ini sebagai Hari Pahlawan. Yang walau badannya tidak kekar, tetapi pidato-pidatonya di radio dan suaranya di medan perang selalu berhasil membakar semangat seluruh rakyat. Atau Jenderal Sudirman. Satu-satunya jenderal yang berasal dari sipil dan satu-satunya yang mendapat penghargaan sebagai ‘panglima besar’ Indonesia. Jenderal yang memimpin perang dari atas tandu dengan bergerilya, tetapi sanggup membuat penjajah ketakutan oleh sosoknya. 

Sosok pahlawan dari kaum hawa, sebutlah Kartini. Orang umum mungkin hanya mengenal namanya sebagai pahlawan emansipasi yang memperjuangkan hak-hak wanita. Namun, saya selalu menilai Kartini bukanlah pahlawan emansipasi. Kesannya kalau menyebut kata emansipasi identik dengan menyamakan hak-hak gender, perempuan harus sama dengan laki-laki. Kartini sangat jauh dari sosok itu.  Ia bukan hendak merebut hak wanita agar diperlakukan sama seperti laki-laki. Ia memperjuangkan apa yang menurutnya tidak benar menurut hatinya melihat kebiasaan dan aturan ketat dalam budaya daerah tempatnya hidup dan dibesarkan. Benar, ia ingin perempuan memperoleh pendidikan yang sama seperti halnya laki-laki, karena ia pun memiliki kehausan ilmu yang sangat besar. Namun, ia tidak pernah minta perempuan untuk disejajarkan dengan laki-laki. Cukuplah pada porsi yang sesuai dengan sepantasnya. Menghormati orang sewajarnya, tidak perlu sampai membungkuk-bungkuk membentuk sudut sembilan puluh derajat sambil menundukkan kepala saat harus berlalu di depan orang yang lebih tua. Menghormati musuh juga sewajarnya. Tidak karena pihak penjajah berbaik hati padanya dan keluarganya karena berasal dari keluarga bangsawan, lalu ia pun selalu bersikap ramah pada bangsa penjajah. Tidak. Kartini tetap melawan bangsa penjajah yang menyengsarakan saudara-saudaranya setanah air, meski hanya dalam rangkaian kata surat-suratnya pada Nyonya Abendanon. 

Hmm..kita tidak sedang bicara tentang biografi Kartini, kan? Duh, saya kalau sudah bicara Kartini bawaannya tidak bisa berhenti. Haha... yah sederhananya saya ingin mengambil contoh bahwa pahlawan bukan hanya mereka yang berjuang di medan laga. Kartini mungkin tidak pernah ikut memanggul bedil, memegang bambu runcing, ataupun mengangkat parang dan ikut berperang. Ia tidak seperti Cut Nyak Dien atau Cut Meutia yang ikut berdarah-darah saat melawan penjajah. Juga tidak seperti Dewi Sartika yang aktivis pendidikan dan berhasil mendirikan berbagai kelas dan sekolah perempuan pertama se-Hindia Belanda. Kartini berjuang dengan caranya. Ia tidak hanya pahlawan bagi kaum wanita karena pemikiran-pemikirannya. Kartini pun berkontribusi melahirkan pahlawan seperti Agus Salim, tokoh Indonesia jenius yang belum ada gantinya hingga kini. Dan Agus Salim adalah salah satu inspirator Soekarno, sang proklamator kita. See? Kepahlawanan itu saling membentuk rantai kebermanfaatan yang indah sekali, walaupun mungkin satu atau dua mata rantainya harus berkorban dan tidak dilihat oleh yang lain.

Saya ingin meminjam istilah Bunda Tatty Elmir (Pembina Forum Indonesia Muda; penulis Keydo), bahwa betapa banyaknya “pahlawan di jalan sunyi” di negeri ini. Mereka yang tidak memiliki rekam jejak dalam dokumentasi, tidak diliput media, tetapi sungguh menjadi alasan bagi orang lain untuk terus hidup dan melangkah maju karena kebaikan yang mereka tebarkan. Mereka yang mungkin merasa dirinya bukan apa-apa dibandingkan orang-orang besar di negeri ini, tetapi sungguh ada jiwa-jiwa yang merasa berterima kasih oleh kehadirannya. Mereka yang mungkin tidak berinteraksi dengan orang-orang lainnya, tetapi sesungguhnya memberikan kontribusi bagi perbaikan lingkungan dan kondisi di negeri ini. 

Oleh karenanya, sungguh tidak ada alasan sedikitpun bagi kita untuk merasa sombong hingga meremehkan orang lain. Karena mungkin mereka yang tidak lebih kaya dari kita, tidak lebih tinggi pendidikannya dari kita, tidak lebih cantik dan ganteng dari kita (halah -,-), tetapi ternyata memiliki kontribusi manfaat yang lebih banyak dari kita. Mungkin ada lebih banyak orang yang merasa berterima kasih pada mereka dibandingkan orang yang merasa berterima kasih pada kita. Seorang sopir bajaj yang bekerja menafkahi keluarganya, mungkin pulang disambut dengan rasa terima kasih yang lebih besar oleh istri dan anak-anaknya karena perjuangannya hari itu sehingga mereka masih bisa makan, dibandingkan kita yang misalnya pulang sekolah dengan baju kotor dan perut lapar, lalu mendapat ucapan terima kasih dari orang rumah karena kita tidak berbuat onar dan jajan sembarangan di luar :p. 

Atau jangan-jangan kita kerjanya hanya merepotkan orang saja? ^^”

Satu kesadaran yang selalu menjadi pengingat saya di kala lemah adalah bahwa kita tidak pernah hidup sendirian. Bahkan Adam saja tidak sendirian saat diturunkan ke bumi. Disertainya Hawa, meski pada awalnya mereka harus terpisah jauh dan baru kembali bertemu dalam rentang waktu yang tidak sebentar. Separuh dari diri kita sekarang adalah karena keberadaan orang lain di sekitar kita. Kalau kata Pak Mario, jadilah mandiri pada tataran proporsional untuk bergantung pada diri sendiri, namun bersikap rendah hati saat membutuhkan bantuan orang lain, dan belajarlah santun ketika meminta tolong. 

Allah Swt adalah satu-satunya tempat kita bergantung. Saat kita membutuhkan pertolongan, terlalu mudah bagi Allah dengan kun fayakun-Nya untuk menolong kita secara langsung. Oleh karena itu Allah mengirimkan perantara-perantara hidayah-Nya bagi kita. Agar kita tidak larut dalam takabur dan kebesaran diri kita sendiri. Agar kita juga memiliki empati pada orang lain. Agar kita belajar dengan hikmah dari kisah-kisah.

Untuk setiap jiwa yang pernah memiliki jejak dalam perjalanan hidup saya, terima kasih. 

Untuk orang tua, keluarga, guru, tetangga, dan teman-teman yang selalu luar biasa, terima kasih. 

Untuk orang-orang sepintas yang bertemu di jalan dan hanya sekedar bersapa atau tersenyum, terima kasih. 

Untuk yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, terima kasih
(aigoo...ini bocah lebay amat dah, berasa lagi penerimaan penghargaan di atas panggung Baeksang Award -,-). Ahaha... lagi sok romantis ceritanya :p.

Sip. Mari kita kembali pada setiap detik berjuang yang harus kita lakukan. Seperti pelajaran sebelum-sebelumnya yang selalu mengingatkan bahwa setelah selesai satu pekerjaan, segeralah berpindah untuk menyelesaikan pekerjaan berikutnya. Dulu saya selalu berharap, selesai ujian tengah semester atau ujian akhir semester bisa berlibur atau rehat lebih banyak. Nyatanya tidak,  tetap saja  jasad ini tidak bisa beristirahat kecuali sedikit saja (bo’ong banget kamu, wong lagi ujian aja tidur -,-“). Ssst....diam!    

Oke pemirsa, selamat hari pahlawan! Mari sejenak kita mengingat mereka yang pernah berjasa dan menorehkan jejak kepahlawanan dalam hidup kita untuk kita doakan kebaikan dan kesejahteraan dalam hidupnya. Dan segera berlari kembali fokus mengejar mimpi-mimpi kebaikan yang sedang kita lukis pada kanvas-kanvas kita.

Share your kindess, and be the hero ^^

Bogor, 10 November 2014  

0 komentar:

Posting Komentar