Empat Larik

Rabu, 11 Maret 2015



Sederhana itu klasik
Seperti menatap megah rumah desaku
yang beratap tinggi walau geribik yang menghiasi
Mengusir resah pada segala yang belum dimiliki
Keniscayaan yang tergariskan
Dengannya menunggu tak lagi menjadi kutukan
Dengarkan saja dendangnya dalam diam
Ianya...
Permintaan Hati

Sederhana itu klasik
Layaknya menyesap secangkir teh hangat di sore hari
yang dilengkapi oleh potongan gula batu, berbentuk dadu
Walau terkadang di sudut hati ia tergugu
Tetap menghangatkan bukan dengan mentari,
tapi ceria senyumnya yang terpancar dari hati
Bahwa cinta tak 'kan pernah sepi
Bahwa sendiri tak berarti mati
Bisiknya...
Cinta Bersabarlah

Sederhana itu klasik
Seolah berjalan riang di sepanjang pematang
Tanah bertebing pemisah batu dan air
Tak peduli walau kereta berkuda tiada sanggup ia beli
Baginya aroma bunga rumput dan semilir angin
adalah hiburan yang menyejukkan hati
Hingga senja turun dan menyelimuti
Cahaya di atas cahaya
Untuknya seribu korek api tidak berharga
Dalam terlelap lalu terjaga
Sinar yang cukup ada dalam hatinya
Membawanya bergerak dan bekerja dalam cinta
Doanya...
Sebelum Cahaya

Sederhana itu klasik
Seakan penuh semangat
Saat memasak di atas kayu arang
Walau hanya rebusan kerang berbumbu garam
Mensyukuri segala sesuatu
Menikmati di setiap waktu

Sederhana dalam lisan dan perbuatan
Menyadarkan, sejatinya kata adalah janji
Seperti syahadat yang seharusnya engkau lafadzkan
lima kali sehari
Maka tidak ada alasan lagi untuk tidak berteguh hati

Sederhana yang mengerti
Ianya berani....
Menyambut Janji

***

buat "Noe" Letto, makasih atas inspirasinya :) 

Cirebon, 31 Agustus 2012
-POLARIS-

0 komentar:

Posting Komentar