Pesan Buya #3 Sabar

Selasa, 28 April 2015



"Kesempuranaan tanggung jawab adalah sabar. Bukan hanya halangan dari yang benci dan sayang yang akan menghambat. Bahkan, banyak keadaan lain yang harus dihadapi, dilalui, atau diatasi. Pengalaman hidup menunjukkan bahwa suatu keadaan yang sulit tidaklah terus dalam kesulitannya. Hari ini ada kemudahan, besok pasti ada kesulitan. Namun, kita percaya kesulitan itu tidak terus-menerus melainkan akan terlepas dan akan menjadi salah satu mata rantai dari kenangan hidup.

William Pitt, negarawan Inggris yang terkenal, pernah bertanya kepada teman-temannya, "Sifat apakah yang harus ada pada seorang perdana menteri?" Seseorang menjawab, "Lidah yang jelas berkata-kata." Seorang lagi menjawab, "Luas ilmunya." Kata yang seorang lagi, "Giat bekerja!" Akhirnya William Pitt berkata, "Pada hemat saya, syarat yang utama bagi seorang perdana menteri adalah kesabarannya."

Teringatlah kita Dr.H.Muhammad Hatta, ketika menjadi perdana menteri. Ingatlah Perjanjian Renville yang ditinggalkan Amir Syarifuddin. Dengan matanya yang tenang, dia melihat dari pinggir Ngarai Bukittinggi, bagaimana kekalahan dan kesalahan kita, yang telah terjadi sejak Revolusi Surabaya, penculikan Syahrir. Linggarjati, tindakan pertama, lalu kepada Renville. Kesudahannya yang lain tidak dapat dilaksanakan lagi, benang telah bertambah kusut. Wakil presiden Hatta pun dijemput ke Sumatera. Hanya dialah yang ditunggu. Dialah "orang waktu".

Sampai di Jawa, dilaksanakan perkataannya yang pernah diucapkan bahwa pemimpin pada suatu waktu harus sanggup menjadi perdana menteri. Kepercayaan rakyat belum rusak kepada Soekarno dan Hatta. Jatuhlah kabinet Amir Syarifuddin lalu berdiri kabinet presidentil. Hatta, dari wakil presiden menjadi perdana menteri. Diterimanya Perjanjian Renville, tetapi tangannya sendiri yang harus memegang walaupun sebetulnya hatinya tidak menyetujui. Seakan dia berkata, "Hancur negara ini kelak jika yang muda-muda dibiarkan juga."

Amir menyusun kekuatan. Muso datang dari Moskow. Dengan berbagai akal perang ingin menjatuhkan kabinetnya. Dahulu, KNIP di Malang, pertama kali dia menunjukkan siapa dia dan siapa Soekarno. Dia berkata, "Jika undang-undang yang kami kemukakan tidak diterima, Tuan boleh mencari presiden dan wakil presiden yang lain!" Majelis diam.

"Singa Hatta" keluar kembali, setelah dia mengetahui bahwa Muso-Amir akan melakukan tindakan tidak sah. Dalam sidang KNIP telah dinyatakan, "Kita tidak mau menjadi obyek dari dua negara besar yang sedang bertentangan.  Kita akan menentukan nasib kita sendiri! Segala sikap yang mengganggu keamanan akan kita tindas dengan tangan besi!" Timbullah pemberontakan Madiun yang menyedihkan. Hatta menebus apa yang telah dinyatakan mulutnya. Aksi Madiun dipatahkan dengan tidak mengenal ampun.

Masih belum selesai di Madiun, Belanda mengambil kesempatan, tindakan agresi kedua dilakukan. Dengan perhitungan tepat, Hatta telah mengatur lebih dahulu segala persiapan. Maramis ke luar negeri, Syafruddin meneruskan perjuangan gerilya di Sumatera dan Presiden beserta dia menjadi tawanan. Gerilya menghebat, dunia geger. Belanda terpaksa melanjutkan pembicaraan dan mengajukan jempolan ulungnya, Van Royen. Hatta memberikan anak caturnya, Roem.

Konferensi Inter-Indonesia, Konferensi Meja Bundar, Penyerahan Kedaulatan dan Republik Indonesia Serikat. Dan kembali lagi ke negara kesatuan. 

Belum berapa hari penyerahan kedaulatan, muncul peristiwa Westerling. Kedapatan niat Hamid II merobohkan pemerintahannya dan membunuhnya. Timbul peristiwa Makassar. Akan adakah lagi?

Akan banyak lagi perkara besar yang dihadapinya. Tetapi pribadi Hatta, selain Presiden Soekarno, akan tetap menjadi salah satu bintang kemanusiaan di Asia, bahkan di dunia karena kesabarannya. Jika kita ingin mencari arti yang sebenarnya tentang sabar, setelah Indonesia merdeka, ambil saja artinya dari pribadi Hatta.

Apa sebab kami berkata seperti itu? Sebab pada zaman penjajahan, karena kelajuan aniaya dan penjajahan, menahan hati melihat kehinaan jiwa, kita telah salah memberi arti sabar. Menahan hal yang menimpa bangsa sehingga semangat menjadi pasif, itulah arti sabar pada bangsa yang lemah.

Sekarang Hatta sudah meninggal. Penghargaan yang kita berikan adalah haknya. Sebagai manusia, tentu dia memiliki kekurangan, yang akan cepat tampak oleh orang-orang yang tidak menyetujuinya. Bukankah itu yang bernama politik?

Khalid bin Walid dalam pidatonya mengatakan, "Hai umat Islam! Sabar adalah kemuliaan dan kalah adalah kehinaan. Kemenangan ada pada kesabaran."

Memang, jika tidak ada kesabaran menderita, kesabaran yang ada pada rakyat yang berjuang dan bergerilya selama empat tahun, ditimpa kemelaratan dan kemiskinan, dengan kekurangan alat senjata--selain adanya iman--agaknya tidaklah akan sampai terpancang bendera Dwiwarna di puncak Istana Merdeka. Keguncangan menghadapi keadaan genting dan hebat adalah tanda kelemahan jiwa. Itulah pangkal kekalahan.

Pribadi yang kuat tidak cepat terguncang. Apa dikatakan yang sulit oleh si lemah jiwa, adalah "perkara kecil" kata pribadi besar. Orang yang lemah tetapi bersabar akan lebih menang daripada orang kuat tetapi terburu-buru dan terlalu bernafsu.

Jika kesabaran telah menjadi sebab kemenangan bagi orang besar, seperti William Pitt dan Hatta, kesabaran pulalah yang akan mengukuhkan pribadi orang biasa hingga dapat menjadi orang besar. Isaac Newton menjadi orang besar karena kemarahan gurunya sebab menyangka otaknya tumpul. Suatu hari gurunya marah, "Hai, Isaac! Kenapa engkau tidak juga paham apa yang saya ajarkan?" Dengan sedih murid yang tumpul otak itu menjawab, "Janganlah marah kepada saya, Pak Guru! Anda saya perhatikan, tidak ada ajaran guru yang saya biarkan lepas dari telinga saya dan saya tidak pemalas. Namun, belum juga bisa! Tetapi Pak Guru, saya yakin kelak akan dapat juga." Gurunya terdiam mendengar jawaban itu.

Setelah itu, karena kesabarannya ia dapat menaiki jenjang filsafat yang tinggi sehingga dia terhitung sebagai salah seorang ahli ilmu alam yang besar. Dialah yang mendapat teori ilmu alam tentang kekuatan gravitasi karena melihat buah apel jatuh dari tangkainya. Dia pun mengaku bahwa kenaikannya lantaran kesabarannya walaupun pada mulanya otaknya tumpul.

Oleh karena itu, tepatlah di sini kita kutipkan perkataan Syekh Muhammad Abduh, seorang ahli filsafat Islam, "Sabar adalah ibu segala akhlak.""

(Buya Hamka)

0 komentar:

Posting Komentar