Pesan Buya #2 Bertanggung Jawab

Selasa, 28 April 2015



Kali ini Buya Hamka dalam petuah-petuahnya untuk menjadi pribadi hebat memaparkan tentang poin-poin yang membentuk kesempurnaan pribadi, salah satunya adalah pandangan hidup. Dalam sub-bab ini ada empat poin mengenai usaha menjelaskan siapa diri dan bagaimana pandangan hidup, yakni: berterus terang, bertanggung jawab, sabar, dan kemauan yang keras. Pada catatan ini akan saya sampaikan tentang poin bertanggung jawab dan poin sabar (untuk catatan berikutnya). Begini pesan Buya:

"Berani bertanggung jawab adalah kata yang telah hidup dalam masyarakat bangsa Indonesia sejak memperjuangkan kemerdekaan. Dahulu kita tidak mengenal artinya secara mendalam. Berani bertanggung jawablah yang telah menimbulkan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Berani bertanggung jawab dan tidak mengelak dari amanah yang telah disanggupi dan mau memikul risiko pekerjaan yang telah dimulai, itulah tanda yang pasti dari kepercayaan pada kemampuan diri sendiri.

Banyak orang yang dapat memikul suatu tanggung jawab mengelak dari tanggung jawab dan orang yang sebetulnya tidak dapat menyempurnakan tanggung jawabnya justru berkejaran dan memperebutkan tanggung jawab itu. Keduanya adalah "semangat budak" yang belum hilang karena sifat itu telah beratus tahun tertanam dalam hati bangsa Indonesia. Pada dua masa penjajahan, kita memandang bahwa pangkat atau jabatan bukanlah kewajiban yang harus dipikul, melainkan suatu kemegahan yang harus dibanggakan. Sebab, pada masa itu tanggung jawab yang penuh tidak ada pada kita, setinggi-tinggi pangkat adalah menjalankan perintah "dari atas". Derajat seorang kontelir Belanda jauh lebih tinggi dirasakan oleh kita daripada derajat seorang bupati. Padahal, bupati adalah setinggi-tingginya pangkat yang dapat dicapai bangsa kita pada masa itu dan kontelir adalah pangkat Belanda yang rendah.

Jika orang yang mengejar pangkat dipandang suatu kesalahan, orang yang mengelak dari tanggung jawab padahal dia sanggup adalah lebih salah lagi. Hal itu tanda sifat penakut. Orang yang takut dicela akhirnya tentu takut kepada bayang-bayang sendiri. Padahal jika dia berpikir lebih dalam, tentu suatu hal yang patut lebih ditakuti adalah mengecewakan urusan umum karena dia sebagai orang yang pantas dan mampu tidak berani menghadapinya.

Memang, keberanian memikul tanggung jawab pada suatu waktu akan menghadapi kesulitan. Adakah didapati suatu jalan di dunia ini yang datar belaka? Adakah dalam segala sisi kehidupan yang tidak memiliki kesulitan? "Sata takut orang akan marah," katanya. Adakah manusia takut bertanggung jawab karena semata-mata dimarahi orang? Bukankah banyak kepala manusia banyak juga pendapatnya?

Pedoman dalam memikul tanggung jawab adalah jiwa sendiri. Dalam jiwa yang bertujuan suci dan berkehendak mulia senantiasa muncul ilham menghadapi pekerjaan. Laksanakan terus kerja itu dan jangan perhatikan kebencian dan kemarahan orang. Tidak semua orang akan marah atau benci. Pasti ada orang yang akan menyetujui. Jangan hanya mengingat orang yang tidak suka. Ingat pula bahwa banyak yang suka. Disana terletak kebesaran jiwa orang yang suci dan bertanggung jawab.

Jika kita bermasyarakat, pasti ada lawan kita. Yang tidak memiliki lawan hanyalah orang yang tidak berani bertanding. Tanyailah hati sendiri. Adakah dalam hati cinta kepada Tuhan, tanah air, bangsa, kewajiban, dan kemuliaan hidup? Jika ada, dengan penuh rasa tanggung jawab, pikullah kewajiban itu dan dakilah gunung kehidupan. Tentu di tengah jalan akan ada yang menghambat. Apabila engkau dapat mengatasi halangan yang pertama, halangan yang kedua bukanlah halangan yang pertama lagi. Akhirnya, engkau akan sampai di puncak dan pada hakikatnya halangan itulah yang menolong engkau naik ke puncak.

Keberanian bertanggung jawab akan memunculkan orang yang memuja dan menghargai. Disamping orang yang mencela dan ingin engkau jatuh. Keduanya kelak yang akan mendesak supaya engkau lebih hati-hati dan memperbagus mutu pekerjaan, sehingga seseorang akan bernilai lebih tinggi dari beribu manusia. Namamu tidak lepas dari mulut yang memuji dan yang mencela. Yang memuji setinggi langit sehingga kedudukanmu disamakan dengan malaikat suci dan yang mencela akan membenamkan engkau sampai bagian terbawah bumi. Diatas keduanya itulah, pujaan dan celaan, terletak kebesaran. Apabila keduanya tidak ada lagi tamatlah riwayatmu walaupun napasmu masih ada.

Seorang pendengki pada suatu hari berkata dan mencela orang yang dibencinya, "Si fulan sekarang sudah jatuh!" Jelaslah bahwa dalam perkataannya itu tersimpan pengakuan bahwa yang dicelanya memang tinggi. Jika tidak diakui orang itu telah tinggi, mengapa disebutnya perkataan jatuh? Adakah barang yang ada di bawah terjatuh? Adapun benarkah telah jatuh atau belum--selama di dunia masih ada persaingan hidup--hal itu masih menjadi perselisihan di antara yang memuja dengan yang mencela.

Berani bertanggung jawab membuat orang yang kuat menjadi lebih kuat. Ataupun sebaliknya, suatu pekerjaan yang dipikul dengan tidak penuh tanggung jawab akan membuat orang yang lemah menjadi lebih lemah.

Sultan Hamengku Buwono IX, sedikitpun tidak mengelak dari tanggung jawab ketika diserahkan kepadanya tanggung jawab menjaga keamanan Yogyakarta saat Republik Indonesia akan dikembalikan. Tanggung jawab itu diterimanya dengan sepenuh hati dan dilaksanakannya dengan tidak banyak bicara. Hamengku Buwono menjadi sorotan mata dunia. Kesanggupannya menyebabkan pemerintah memberikan tanggung jawab yang lebih besar, yaitu menjadi Menteri Pertahanan Republik Indonesia. Dalam beberapa bulan saja, terjaminlah keamanan seluruh daerah Republik Indonesia dan berjalanlah rasionalisasi. Namanya bertambah naik. Akhirnya setelah Konferensi Meja Bundar, berdirilah Republik Indonesia Serikat. Kepadanya dipikulkan tanggung jawab yang lebih besar lagi menjadi Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat. Orang yang seperti itu, walaupun sudah tidak menjabat sebagai menteri, tetap menjadi kekayaan tanah air, yang senantiasa siap sedia menunggu panggilan.

Terkadang seorang menteri atau seorang kepala suatu perusahaan besar atau pimpinan suatu surat kabar kelihatan hanya duduk-duduk di depan mejanya. Terkadang dia cepat masuk kantor, lebih dahulu datang daripada pegawainya, terkadang seharian dia tidak datang. Dia hanya menandatangani surat yang disodorkan karyawannya. Tampaknya dia senang saja tidak bekerja. Akan tetapi di setiap sudut, kelihatan krani-krani, klerk dan juru tik bekerja sangat sibuk. Semuanya bergerak, tidak ada yang diam, gesit, giat, dan wajah mereka gembira semuanya. Apa sebab? Jiwa tanggung jawab yang ada pada menteri atau pimpinan mengalir laksana aliran listrik kepada setiap jiwa pekerja yang ada di bawah kekuasaannya. Rasa cinta bercampur dengan gembira, bercampur pula dengan takut, terkumpul semuanya. Gaji pemimpin lebih besar. Memang, karena karyawan yang diberi gaji adalah tanggung jawabnya. Meskipun dia masuk ke kantor hanya sesuka hatinya, tetapi kehadirannya sudah cukup untuk memberi sinar seluruh jabatan di kantor itu. Orang-orang bawahannya berani mengerjakan pekerjaan, walaupun perintah tidak banyak karena dia mengetahui isi hati pemimpin itu, apa yang disukainya dan apa yang tidak. Ketika dia membaca surat yang akan ditandatangani dengan senyum dia membubuhi tanda tangannya.

Lihatlah nahkoda besar dalam sebuah kapal besar dalam pelayaran yang jauh. Juru kemudi utama mengepalai segala pekerjaan di atas. Masinis bekerja di bawah, segala klasi bergerak, juru batu mengukur lautan, dan nahkoda hanya asyik bercakap-cakap dengan penumpang yang terhormat. Segala aktivitas yang terjadi dalam kapal adalah aliran semangat tanggung jawab nahkoda."

0 komentar:

Posting Komentar