Sedikit Ingatan

Rabu, 01 April 2015



Beberapa menit lalu bertemu seorang teman SD di aula mesjid kampus dalam suatu technical meeting lomba, wuahh...rasanya kangen sekali, seolah-olah amat sangat lama tidak berjumpa (padahal pekan sebelumnya sempat papasan di jalan). Heran, padahal zaman di asrama dulu masih sering bertemu. Namun, sekarang bahkan bertemu teman SMA yang satu kampus saja susahnya minta ampun.

Berawal dari mengobrol tentang teknis lomba, akhirnya obrolan nyerempet bernostalgia ke masa-masa SD. Heran lagi, mengapa temanku banyak sekali lupa cerita-cerita waktu SD dulu, bahkan sampai bertanya, "Ceritain lagi Mi, dulu waktu SD aku kayak gimana?"

Hmmm... dia berkata bahwa yang ia ingat sewaktu SD adalah dia yang banyak menangis, juga banyak 'dijahatin' olehku. Entah benar atau bercanda?! Mungkin karena itulah ada hal-hal yang ingin dia lupakan. 

Kalau dipikir-pikir, sewaktu SD aku memang terlampau bandel (benarkah?). 'Kejahatanku' yang paling aku ingat sampai sekarang adalah ketika kelas 1 SD, aku dan sahabatku sejak TK selalu menarik-narik kerudung teman sekelas pada jam istirahat (waktu itu sekolah masih berstatus MI dan gedungnya masih menumpang). Kami dengan 'jahatnya' sambil tertawa-tawa menarik ujung kerudung yang berenda membentuk garis tengah di atas kepala (bentuknya jadi seperti punggung dinosaurus) sambil berkata, "Dinosaurus...dinosaurus...". Temanku sampai menangis ketika itu, tapi selama ia terus menggunakan kerudung model 'dinosaurus', selama itu pula aku dan sahabatku terus menarik-narik kerudungnya pada jam istirahat.

Penderitaannya berteman denganku dan sahabat TK-ku itu (entah dia masih ingat atau tidak), kini terbayar dengan kesuksesannya. Ia sudah menjadi seorang hafidzah, sempurna 30 juz (hal yang juga sangat aku impikan), dan kini tengah menempuh pendidikan di LIPIA, perguruan tinggi yang seleksinya sangat ketat dan test-nya kabarnya sangat sulit itu. Masha Allah.... keren sekali.

Kebandelan lainnya.... saat kelas 2 SD. Saat itu kami sudah pindah gedung ke lokasi baru yang mesjidnya masih dalam pembangunan. Berhubung masih dibangun, di sekeliling mesjid banyak kayu-kayu tersusun yang biasa digunakan oleh tukang untuk naik-naik. Aku dan (lagi-lagi) sahabat TK-ku senang sekali memanjat susunan kayu-kayu tersebut dan mengelilingi mesjid dengan loncat dari satu kayu ke kayu lainnya. 

Kami melakukannya di setiap jam istirahat. Tidak puas hanya berdua, kami pun mengajak teman yang lain. Dan kecelakaanpun terjadi. Di susunan kayu paling ujung tempat kami biasa melompat (ceritanya perjalanan telah berakhir), kami loncat ke tanah. Teman kami yang mulai suka ikut-ikutan naik kayu, kali itu meloncat di urutan terakhir. Aku menyemangatinya dari bawah, "Ayo, loncat."

Dan ia pun loncat. Dan rok merah panjangnya tersangkut paku. Dan ia jatuh berdebum ke tanah. Dan aku bingung, ketakutan, dan aku lupa adegan selanjutnya (juga lupa siapa yang akhirnya menolongnya?!). Yang aku ingat bibirnya robek karena kejadian itu. Kurasa sekarang pun temanku itu telah sukses dalam pendidikannya (ia pindah sekolah menjelang kenaikan kelas 4).

Kenaikan kelas 3 aku pindah sekolah karena keluargaku pindah kota. Namun, karena aku tidak betah di SD negeri di kotaku yang baru, aku minta pada orang tuaku untuk kembali ke sekolah yang lama. Orang tuaku mengizinkan. Sejak saat itulah aku berpisah tidak tinggal dengan orang tua, menumpang tinggal di rumah guru dekat sekolah, dan hanya pulang seminggu sekali. 

Awalnya aku sering menangis karena kangen Mama (hahaa.. ketahuan anak mama, deh), tapi seminggu kemudian aku sudah jarang menangis. Sudah menemukan banyak permainan seru kembali dengan teman-teman lamaku dan lingkungan baru di rumah guruku. Untung saja guruku punya anak yang meskipun semuanya laki-laki dan berusia lebih muda dariku, tetapi bisa diajak bermain. Berpetualang-lah, main bakar-bakaran-lah, memanjat pohon-lah, sampai main hujan-hujanan pun jadi tidak membosankan karena aku punya teman untuk diajak berbagi. Yaa... walau aku sepertinya sangat cengeng karena kalau main berantem-beranteman, aku yang lebih sering menangis.

Kembali ke sekolah yang lama, 'kejahatanku' sewaktu kelas 2 kembali terulang. Saat itu pembangunan mesjid masih berlangsung. Kayu-kayu tempatku dan sahabat TK-ku biasa bermain masih terpasang dengan gagahnya. Aku pun kembali ke petualangan lama, meloncat dari satu kayu ke kayu lainnya pada jam istirahat. Kali ini, temanku yang berbeda yang mengikuti langkah-langkah kami. Ini teman yang aku kembali bertemu dengannya karena satu kampus (yang aku ceritakan di awal). 

Saat tiba di kayu terakhir, seperti biasa kami mengakhiri 'perjalanan' dengan meloncat ke tanah. Begitu menjejakkan kaki di tanah, aku dan sahabatku bingung karena teman kami tidak ada di belakang. 'Masak tertinggalnya jauh sekali?', pikir kami. Kamipun menelusuri jalan yang kami lewati (kali ini tidak naik kayu lagi, hanya sedikit berlari di atas tanah). 

Tidak jauh dari tempat kami naik kayu pertama kali, kami melihat seorang anak berpakaian putih merah tersungkur di atas tanah. Sebelum kami berlari mendapati teman kami yang jatuh, seorang bapak dari kejauhan berlari kencang dan langsung menggendong temanku ke kantor sekolah. Pihak sekolah langsung mengantarnya ke dokter untuk menjahit bibirnya yang robek. Ternyata, ia jatuh pada lompatannya yang kedua (atau ketiga) karena tidak menjejakkan kaki di kayu yang benar. Saat jatuh, bibirnya tersangkut paku yang memang banyak terpasang di kayu-kayu bangunan seperti itu. Hmmm... dua kali membuat 'kejahatan' yang sama dan menyebabkan dua teman mengalami kecelakaan serupa. Herannya, aku tidak ingat kalau guru pernah memarahi kami karena kelakuan kami. Namun sejak saat itu, aku tidak pernah lagi naik-naik kayu di samping mesjid. 

Dan kini, temanku yang bibirnya pernah robek itu juga sukses di jurusannya sekarang. Di tingkat satu kuliah, ia bahkan dikenal cemerlang pada mata kuliah yang membuatku panas dingin, mata kuiliah pertama yang menorehkan nilai 'C' dalam transkrip nilaiku. Kalkulus.

Temanku lainnya, yang dikenal paling kalem dan bersahaja saat SD, juga begitu cemerlang saat kuliah. Semester pertama, ia satu-satunya teman SD yang IP-nya 4 (aku bertemu beberapa teman SD saat kuliah). Saat masuk jurusan, prestasi akademiknya pun tetap membanggakan.

Sahabat TK-ku yang selalu sekelas denganku selama 7 tahun (sejak TK hingga lulus SD), kini juga sukses menjadi salas seorang mahasiswi jurusan kedokteran.

Sahabatku lainnya, yang juga menjadi rivalku dalam bertukar peringkat satu di SD, kini sukses menjadi mahasiswi universitas ternama di negeri ini, dan kudengar masih tetap cemerlang dalam prestasi-prestasi akademiknya. Pun dengan organisasinya.

Temanku yang lain yang juga sering aku 'isengin', bahkan ibunya pernah aku jahili dengan 'telepon hantu', kini begitu fasih bahasa Inggrisnya dan pergaulannya sangat luas. Ia yang dulu sangat pemalu untuk bicara, sekarang memiliki banyak teman karena kepandaiannya.

Dan aku?

Aku masih tertatih-tatih mengejar ketertinggalanku dalam akademik. IP yang terus menurun secara konstan, yaa..alhamdulillah semester terakhir naik sedikit (meskipun akumulasi IPK tetap menurun). Bergerak dari kekalahan ke kekalahan pada setiap kompetisi yang aku ikuti. 

Dalam organisasi pun tidak istimewa. Aku sudah vakum organisasi kampus semester ini, meski rasanya masih saja tetap sibuk (sibuk apa sih?!). Mmmm...sibuk di tempat yang lain. Ketika ditanya "Kenapa gak masuk BEM?"

"Saya anti BEM."

Yang bertanya pun bingung. Setengah bercanda aku mengatakan, mungkin kalau ada organisasi anti-BEM, aku mau masuk. Bercanda sih, mungkin itu dampak menjadi lurah asrama semasa tingkat satu kuliah.

Dan aku masih terus bergerak dari kegagalan ke kegagalan. Terkadang marah pada diri sendiri yang sepertinya sering sekali jatuh pada lubang yang sama, atau sepertinya terus saja melakukan kesalahan yang sama (lhoh, apa bedanya dari pernyataan sebelumnya?). But, well.... terkadang memaafkan diri sendiri juga sangat penting. Jatuh dan harus bangkit lagi.

Finally, bersyukur sekali rasanya melihat dan mengetahui teman-teman masa kecilku sukses dan berhasil Aku harap semuanya pun begitu. Jangan pernah merasa rendah diri karena suatu kekurangan. Jangan pula merasa dunia itu begitu kejam karena merasa tertindas oleh keadaan. Setiap orang punya perannya masing-masing. Setiap orang itu istimewa. Aku ingin senantiasa menghargai hari-hariku, seperti aku menghargai masa kecilku yang penuh warna. Kuharap setiap orang juga dapat menghargai setiap harinya, karena sesungguhnya, tidak ada hari yang biasa-biasa saja. Allah SWT telah menciptakan kita sebagai seorang pemenang. Bukan begitu? 

-catatan 10 April 2011-

0 komentar:

Posting Komentar