sumber: www.thingkinggardens.co.uk |
“Bin, lu dicari Ka Reza noh.”
“Ha? Nape?”
“Giliran lu jadi narsum kopdar sore ini.”
“Hee? Kata siapa? Ogah ah, lo aja.”
“Jiaah.. kagak pernah baca mading sih lu. Emang giliran lu
sekarang. Ka Reza nanya lu mau bahas apa, dia moderatornya nanti sore.”
“Arrgh...beneran? bahas apa gue?”
“Yeee...makanya gua nanya. Kata Ka Reza, Bu Rieke mau
ikutan kopdar. Lumayan kan, lu bisa keliatan keren. Cieee...”
“Astagfirullah... tobat lo, Gie. Argggh.... seriusan?? Bahas
apa gue?”
“Apa kek, bahas skripsi lu juga boleh.”
“Ah, masa skripsi? Yang ada gue curcol itu.”
“Yaa...yang penting kan berbagi. Itu kan ilmu juga, Bin. Asal
ngobrolnya gak pake banyak ngeluh aja.”
“Hmm..tunggu, gue minta es kelapa lo dulu.”
“Yee..ni anak cari ketan di balik nampan. Cari kesempatan
dalam kesempitan, dasar.”
“Haha... lo kalo naro ketan di balik nampan, nempel, Gie.”
“Eeeh...jangan dihabisin. Dua ribu lima ratus ituh. Udah
naik gope, heu.”
“Ya Allah Gie, lebay lo. Besok besok lo juga bakal lebih kaya
dari tukang es kelapa.”
“Aamiiin.... Ya Allah...”
“ Eh iya...ngomong-ngomong lebay. Lo inget materi tentang
salat dua hari lalu? Tentang fiqih salat yang sama Ustad Fathi itu? Kalau gerakan salat nggak perlu lebay.”
“Errr...ga nyatet sih gua. Hee...”
“Eh...itu plastik, plastik. Buang di tong belakang. Kebiasaan
lo, ah. Katanya cinta lingkungan.”
“Aduh, iyee ampun. Tuh, udah.
Terus, lu mau bahas fiqih salat nanti sore?”
“Tiba-tiba gue kepikiran mengaitkan materi salat kemarin itu
dengan arsitektur.”
“Sepertinya menarik. Dikaitkan gimana, Bin?”
“Misalnya beberapa gerakan yang dijelaskan kemarin, Gie.
- Takbiratul
ihram, gerakan takbir tangan selaras dengan tinggi bahu atau telinga. Ada
orang yang (kebanyakan orang awam) hanya mengangkat tangan hanya sampai
dada atau lebih rendah dari itu. Ada orang yang berlebihan sehingga
mengangkat tangannya hingga setinggi kepala. Yang dicontohkan Nabi Saw
adalah selaras dengan bahu atau dengan telinga. Santai saja, biasa saja.
Jangan berlebihan.
- Gerakan
rukuk posisi badan membentuk sudut siku-siku. Punggung hingga kepala
berada pada satu garis lurus sejajar tanah. Posisi tangan berada di lutut
layaknya menggenggam telur. Lengan jangan ditegangkan, karena Nabi Saw
memerintahkan untuk menjauhkan lengan dari lambung. Jadi, posisi lengan
idealnya juga membentuk segitiga ideal dengan punggung dan kaki, lengan
agak dijauhkan sedikit. Gue pikir juga bener, kalau posisi lengan tegang karena kita
anggap itu lurus, justru sebenarnya posisi sudut akan melengkung. Jadi
memang yang paling ideal adalah diregangkan sedikit, dijauhkan sedikit
dari lambung.
sumber: www.adzkia.com |
Dan detail-detail gerakan lainnya
yang disampaikan beliau. Sempet sih gue mikir, udah sering belajar tapi kenapa
tetap aja sepertinya ada yang baru dan berbeda? Nggak sedikit orang yang berpendapat
ini masalah furu’iyah. Sebenarnya gue nggak terlalu tertarik tertarik di
perbedaan,, yang membuat gue tertarik itu kalimat Ustad Fathi yg sering sekali
berkata, “Biasa aja. jangan lebay. santai aja.”
Gue melihat energi yang lain ketika
beliau berkata demikian sambil mencontohkan gerakan yang sesuai dengan Nabi Saw
menurut kesepakatan ulama (baik yang diperdebatkan maupun tidak). Gue ngerasa
bahkan fiqih salat-pun berkaitan dengan ilmu terapan kita, arsitektur dan penataan.
Tentang kesempurnaan, tentang kesederhanaan, tentang fungsionalitas.
Lu tau kan, Gie, berapa kali gue bisa
kena omelan dosen dalam sebulan tiap kali nge-draft skripsi? Berkali-kali dapat
nasihat, “Orang menata itu gak usah berpikir rumit, yang logis, yang
sederhana. Kalau membuat rumah saja orang pasti akan meletakkan ruang tamu di
depan dan dapur di belakang. Kamu mau menempatkan ruang penerimaan (rekreasi)
di mana? Pintu masuknya mana? Ruang rekreasinya di mana? Pengunjung perlu
membeli tiket gak? Posisinya di mana? VIC (visitor information center)-nya di
mana? Bla..bla..bla..”
Gue jadi mikir kalau ilmu menata ini
sama dengan gerakan salat.”
“Menata apaan,
Bin? Menata hati? Haha...”
“Ah elo...
- Nih, pertama,
sama seperti salat, dalam merencanakan, merancang, ataupun menata
suatu lahan/bangunan/kota kita harus sempurna. Sempurna dalam
apa? Sempurna dalam prosesnya. Mempertimbangkan elemen fisik/non fisik,
bahkan sampai sosial-budaya masyarakat setempat. Dalam tahap awal surveying
kelengkapan data (sesuai dengan kebutuhan) menjadi sangat penting.
- Kedua, jangan
berlebihan, berpikirlah sederhana. Dalam gerakan salat, kadang
orang-orang pengajian yang ingin gerakannya tampak bagus, suka meletakkan
tangannya terlalu tinggi saat gerakan bersedekap atau sujud terlalu jauh
sehingga posisi kaki (antara paha dan betis) tidak siku-siku, melainkan
membentuk sudut tumpul. Padahal yang sederhananya (sifat salat Nabi Saw),
bersedekap itu ya di atas dada, posisi sujud selain 7 anggota badan yang
menempel pada lantai, posisi telapak tangan seperti ketika takbiratul
ihram, lengan dibuka, dan kaki membentuk sudut siku-siku, tidak terlalu
pendek posisi sujudnya atau terlalu jauh. Proporsional. Biasa aja, tidak
berlebihan. Belakangan ini kan sangat populer tuh desain-desain minimalis,
model simpel tapi cantik. Dalam perancangan lanskap juga demikian.
Biasanya dalam lomba-lomba gitu, juri lebih menyukai desain yang sederhana
tapi memiliki konsep yang kuat. Gue pikir memang manusia pun dirancang
seperti itu, lebih menyukai pada sesuatu yang mudah dimengerti dan masuk
di akal. Think simply.
- Ketiga, keseimbangan
dan proporsional. Dalam perencanaan ruang suatu tapak misalnya, ruang
penerimaan (welcome area) biasanya lebih besar dari ruang transisi,
dan ruang utama/inti aktivitas (main area) pasti lebih besar
dari welcome/transition area. Kenapa? Ya karena users akan
lebih banyak beraktivitas di ruang utama untuk melakukan berbagai
kegiatan. Tetapi terkadang kebutuhan ruang transisi justru lebih besar
daripada ruang penerimaan. Misalnya pada kawasan Taman Nasional atau Taman
Wisata Alam. Area utama biasanya memiliki kepekaan ekologi yang
tinggi/rentan, sehingga tidak boleh terlalu banyak orang yang masuk. Jadi
ruang transisi dan ruang pelayanan antara welcome dan main harus
diperbesar untuk menampung pengunjung.
Gimana menurut, lo?”
“Gila, Bin. Lu
keren banget.”
“Ga usah lebay. Gue emang keren dari
dulu.”
“Gua tarik lagi
ucapan gua. Haish...
Eh tapi, nanya
deh. Kalo untuk desain-desain futuristik gimana? Kadang kita dituntut klien
untuk berpikir inovatif, kreatif, dan ngasih ide-ide menggugah gitu. Rasanya
berpikir sederhana nggak jadi hal menarik lagi kalau udah berhadapan sama klien
dan pemangku kebijakan. Nah loh...”
“Desain futuritik juga harus logis kan?
Harus bisa menjawab kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang. Simplicity
di sini bukan berarti konsep/ide desainnya “biasa-biasa” aja. Tapi bisa merupakan
konsep yang unik, bahkan aneh, tapi juga tidak rumit. Umm, mungkin contohnya
desain taman kota yg dibuat oleh Martha Schwartz. MS membuat desain taman, bukan taman sebenarnya, hanya
ruang terbuka di tengah kota yang sangat padat mobilitasnya. Doi meriset
sekitar 4000 pedestrian untuk mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan users.
Hasil desainnya hanya berupa bangku yang bentuknya meng-ular sangat panjang,
tapi ternyata mampu menampung semua keinginan pengguna jalan: mereka yang ingin
diskusi kelompok bisa duduk di spot lingkar bangku yang melengkung ke dalam,
yang ingin privasinya aman bisa memilih spot lingkar individual. Desainnya
simpel banget, tapi menjawab kebutuhan users yang sebelumnya mungkin tak
terpikir. Nah...”
“Sip, Bro. Keren
parah, Bro. Bu Rieke bisa minta foto bareng lu nanti sore.”
“Haha..lo yang siapin-lah, Gie. Gue
kan narsum, ceritanya.”
“Bereees, haha.”
***
0 komentar:
Posting Komentar